[Essay] Media Sosial Sebagai Alat Pergerakan dalam Organisasi

Perkembangan teknologi informasi membawa sebuah perubahan dalam masyarakat khususnya sebagai alat pergerakan dalam organisasi

 

[Essay] Media Sosial Sebagai Alat Pergerakan dalam Organisasi

Perkembangan teknologi informasi membawa sebuah perubahan dalam masyarakat. Lahirnya media sosial menjadikan pola perilaku masyarakat mengalami pergeseran baik budaya, etikan dan norma yang ada. Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar dengan berbagai kultur suku, ras dan agama yang beraneka ragam memiliki banyak sekali potensi perubahan sosial. Dari berbagai kalangan dan usia hampir semua masyarakat Indonesia memiliki dan menggunakan media sosial sebagai salah satu sarana guna memperoleh dan menyampaikan informasi ke publik.

Jumlah pengguna internet dan media sosial saat ini semakin meningkat. Berdasarkan data hasil riset nasional yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), jumlah pengguna internet mencapai mencapai 88,1 juta, dengan jumlah penetrasi sebesar 34,9%  (APJII, 2020). Dengan dominansi pengguna internet berlokasi di wilayyah urban Indonesia mayoritas berusia 18-25 tahun, yang dikenal sebagai digital native atau generasi millenial. Mealui data penelitian dari APJII, kegiatan yang paing sering dilakukan adalah menggunakan aplikasi/ konten jejaring sosial sebesar 87,4%, yang Sebagian besar dilakukan melalui perangkat telepon seluler sebesar 85%.

Dari data we are social (2022), media sosial yang paling sering diakses di Indonesia adalah Whatsapp (88,7%) dan Instagram (84,8%) yang diikuti oleh  Facebook (81,3%) dan Tiktok (63,1%). Penggunaan media sosial di Indonesia sangatlah tinggi. Intensitas masyarakat Indonesia terhadap media sosial apabila dapat dimanfaatkan secara baik akan memberikan keuntungan yang konstruktif di segala bidang. Salah satu keuntungan yang konstruktif adalah penggunaan media sebagai alat pergerakan dalam organisasi.

Media Sosial Sebegai Pembangun Jejaring dalam Organisasi

Bagi organisasi, media sosial dapat digunakan untuk digital engagement, di mana organisasi dapat menciptakan hubungan yang aktif dan menarik dengan publiknya. Media sosial juga dapat sangat membantu memenuhi tujuan organisasi untuk membangun jejaring. Dengan menggunakan media sosial, organisasi dapat meningkatkan kemampuannya untuk berkomunikasi dengan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari klien, pemerintah, relawan, media hingga pyblik secara umum. Dengan berjejaring melalui berbagai pemangku kepentingan di media sosial, organisasi dapat membangun membangun komunitas , mengakses berbagai sudut pandang dari populasi yang lebih luas, membangun serta berbagai pengetahuan, mobilisasi massa, mengkoordinir sumber daya, serta melakukan aksi

Framework Media Sosial Untuk Mendorong Perubahan

Gerakan sosial sendiri dapat dilihat dari tiga aspek yaitu: (1) Pengoranisasian (Organized); (2) Pertimbangan (Deliberate); dan (3) Daya tahan (Enduring). Ketiga aspek tersebut dapat dilihat pada Networked Nonprofits sebagai sebuah gerakan sosial dikarenakan tujuan dari gerakan sosial adalah terjadinya sebuah perubahan sosial dan bukanlah keuntungan profit secara komersil (Kanter, 2010).

            Kanter dan Fine (2010) menyebutkan bahwa penggunaan media sosial merupakan sebuah proses integrasi dengan tiga kategori penggunaan sebagai berikut: (1) Conversation starters, memulai sebuah isu dan percakapan dengan menggunakan blog, Youtube dan Twitter; (2) Collaboration tools, menjadikan media sosial sebagai ajang kolaborasi seperti menggunakan Wikis, Google/Yahoo Groups dan juga WhatsApp atau Telegram Group; (3) Network builders, membangun jaringan dengan pihak-pihak lain yang mempunyai minat dan kepentingan yang sama melalui Facebook dan Web Forum.

            Secara garis besar, Kanter (2010) membagi framework media sosial bagi Networked Nonprofits menjadi dua bagian yaitu (1) “How to Become a Networked Nonprofit” yang berfokus pada bagaimana sebuah organisasi menggunakan media sosial secara sukses dan efektif; dan (2) “What to Do as a Networked Nonprofit” menjelaskan bagaimana cara organisasi bekerja dengan struktur tersebut saat terjadi situasi dan kondisi dan tujuan tertentu.

            Bagian Pertama “How to Become a Networked Nonprofit” mencakup lima framework yaitu (1) Understanding Social Networks; (2) Creating a Social Culture; (3) Listening, Engaging and Building Relationships; (4) Building Trust Through Transparency; (5) Making Nonprofit Organization Simpler; sedangkan Bagian Kedua “What to Do as a Networked Nonprofit” mencakup (6) Working with Crowds; (7) Learning Loops; (8) From Friending to Funding; dan (9) Governing Through Networks.

            (1) Understanding Social Networks; adalah bagaimana organisasi dapat memetakan pihak-pihak mana saja yang dapat mendukung dan membatasi tujuan dari sebuah gerakan sosial tercapai. Beberapa media sosial mempunyai fasilitas yang dapat membuat klasifikasi teman atau follower pada media sosial tersebut. Dengan demikian akan tercipta ekosistem virtual dalam media sosial organisasi. Hal itu berguna saat organisasi menyebarkan pesannya melalui media sosial, akan lebih memahami mana yang akan mendukung, menolak atau tidak mengacuhkan pesan tersebut.

            (2) Creating a Social Culture; bentuk komunikasi media sosial adalah komunikasi dua arah. Sebuah pesan sangat mungkin menjadi viral dan mendapat respon baik positif maupun negatif. Sebuah organisasi harus memahami katakteristik masing-masing media sosial sehingga mampu mengoptimalkannya untuk mengembangkan sebuah social culture.

            (3) Listening, Engaging, and Building Relationships; merupakan cara untuk mengetahui isu apa yang sedang banyak beredar di media sosial, masuk dan terlibat dalam isu tersebut serta membangun hubungan dengan pihak pendukung, simpatisan dan organisasi lain yang memiliki minat yang sama dalam ekosistem virtual.

            (4) Building Trust Through Transparancy; sebuah gerakan sosial penting untuk melakukan transparansi untuk membangun kepercayaan publik. Susunan kepengurusan, program kerja, serta aliran dana dari organisasi dapat diakses oleh publik agar publik dapat melihat tujuan dan perkembangan aktivitas organisasi.

            (5) Making Nonprofit Organizations Simpler; media sosial dapat membuat alur komunikasi pada sebuah organisasi dengan lebih mudah. Penggunaan mailing list, Facebook Group, WhatsApp Group, dan tool lainnya membuat biaya operasional sebuah organisasi menjadi lebih murah. Perlu diperhatikan bentuk alur komunikasi grup dan alur komunikasi pribadi dalam organisasi untuk menghindari salahnya penyampaian pesan.

            (6) Working with Crowds; media sosial dapat digunakan sebagai tool untuk mendapatkan feedback tentang organisasi dari publik dalam waktu singkat. Aktivitas crowd voting dan crowd funding juga dapat dilakukan secara online.

            (7) Learning Loops; media sosial dapat digunakan untuk menganalisis pergerakan publik secara online. Organisasi dapat menggunakan berbagai alat pengukuran untuk mengukur isu-isu apa saja yang membuat publik tertarik dan bergabung.

            (8) From Friending to Funding; sebuah gerakan sosial bagaimanapun memerlukan pendanaan. Media sosial dapat digunakan untuk menghimpun pendanaan melalui banyak cara. Organisasi juga dapat bekerja sama dengan operator seluler agar pendanaan dari publik dapat dihimpun melalui pemotongan pulsa.

            (9) Governing Through Networks; pengaturan organisasi saat ini dimudahkan dengan penggunaan media sosial. Jadwal rapat dapat langsung diundang melalui email dan masuk dalam agenda pada smartphone.

 

Kesimpulan

Penggunaan media sosial menhalami peningkatan yang sangat drastic apabila ditinjau selama 5-10 tahun terakhir. Perkembangan dunia informasi dan teknologi mendorong terjadinya perubahan penyampaian informasi dari konvensional menjadi digital. Penggunaan media sosial dalam pergerakan organisasi juga memberikan efek positif apabila daapat digunakan dengan bijak. Penggunaan media sosial yang bijak dalam pergerakan organisasi dapat digunakan sebagai alat pembangun jejaring sosial.

framework dapat digunakan dalam proses tahapan gerakan sosial. Framework tersebut tidak digunakan secara urut namun disesuaikan dengan kebutuhan dalam masing-masing tahapan. Media sosial tidak hanya menjadi sarana promosi sebuah gerakan sosial namun juga menjadi tool untuk melakukan kolaborasi dan koordinasi, baik internal maupun eksternal. Yang perlu digarisbawahi bahwa sebuah gerakan sosial harus dapat terukur akuntabilitasnya. Oleh sebab itu framework Building Trust Through Transparancy menjadi satu framework terpenting guna membangun kepercayaan publik terhadap sebuah pergerakan organisasi. Kepercayaan publik menjadi dasar yang penting akan sebuah gerakan sosial dan merupakan modal agar gerakan sosial tersebut dapat berkembang dan mapan.

Sumber :

APJII. (2020). Hasil Survey Internet APJII 2019-2020. 120.

Kanter, B. a. (2010). The Networked Nonprofit: Connecting with Socil Media to Drive Change. San Fransisco: John Wiley & Sons.

We Are Social. (2021). Indonesian Digital Report 2022. https://datareportal.com/reports/digital-2022-indonesia Diakses pada 19 Desember 2022

Menuju Platform Belajar Nomor 1 di Indonesia

Posting Komentar

© Semesta Belajar. All rights reserved. Developed by Jago Desain